Kiai Barzan: Takwa, Ukuran Kemuliaan di Sisi Allah

Kraksaan, masjidagungar-raudhahkraksaan.org – Takmir Masjid Agung Ar-Raudlah Kraksaan kembali menggelar Pengajian Menjelang Berbuka Puasa pada hari ke-9 Ramadhan 1446 H, Ahad (9/3/2025). Kegiatan yang rutin diselenggarakan selama bulan suci ini menghadirkan Ketua Komisi Dakwah dan Ukhuwwah Islamiyyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo, KH. Moh. Barzan Ahmadi, S.Ag., M.PdI, dengan tema “Membangun Ketaqwaan dan Kebangkitan Spiritual Agama.”

Sejak sore, jamaah sudah mulai berdatangan ke Masjid Agung Ar-Raudlah. Jamaah terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari tokoh masyarakat, santri, hingga masyarakat umum yang ingin mendalami hikmah ibadah puasa. Kegiatan ini diawali dengan pembacaan surah Yasiin dan tahlil yang dibacakan oleh Ustadz Misnari, S.PdI, menciptakan suasana yang khusyuk dan menenangkan hati.

Dalam ceramahnya, Kiai Barzan Ahmadi menjelaskan bahwa tujuan utama disyariatkannya puasa adalah untuk membentuk manusia yang bertakwa. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Beliau menekankan bahwa panggilan dalam ayat tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman. Artinya, mereka yang tidak memiliki iman tidak akan mampu menjalankan ibadah puasa, karena puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan hawa nafsu dan menjauhi segala larangan Allah.

“Puasa itu bukan sekadar ritual, tetapi sarana untuk memperbaiki diri. Godaannya banyak, tantangannya berat, namun jika dijalankan dengan benar, hasilnya adalah ketakwaan sejati,” ujar Kiai Barzan.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa puasa yang benar bukan hanya sebatas menjauhi hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik, tetapi juga menjauhi segala perbuatan yang bisa mengurangi pahala puasa, seperti berkata buruk, bergunjing, atau berbuat zalim. Sebab, puasa yang sempurna adalah yang menghasilkan pribadi bertakwa dan semakin dekat kepada Allah SWT.

Dalam ceramahnya, Kiai Barzan juga menekankan bahwa takwa adalah puncak dari kesempurnaan seorang mukmin. Ia menjelaskan bahwa orang yang bertakwa adalah mereka yang selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa bukan sekadar rasa takut kepada Allah, tetapi juga rasa cinta yang mendalam sehingga seseorang tidak ingin melanggar aturan-Nya.

“Takwa itu bukan hanya sekadar takut kepada Allah, tetapi juga takut melanggar larangan-Nya. Orang yang bertakwa akan selalu berhati-hati dalam hidupnya, memastikan setiap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam,” tegasnya.

Beliau kemudian mengutip firman Allah SWT dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 yang menegaskan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah tidak diukur dari harta, pangkat, atau keturunan, tetapi dari ketakwaannya:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Kiai Barzan menjelaskan bahwa dalam pandangan Allah, tidak ada perbedaan antara manusia berdasarkan status sosialnya. Seorang kaya tidak lebih mulia daripada seorang miskin, seorang pejabat tidak lebih tinggi daripada rakyat biasa, dan seseorang yang memiliki nasab mulia tidak lebih utama dibandingkan dengan orang biasa. Satu-satunya ukuran kemuliaan di sisi Allah adalah ketakwaan.

“Betapa banyak orang kaya yang justru hina di sisi Allah karena kesombongannya, dan betapa banyak orang miskin yang dimuliakan Allah karena ketakwaannya. Oleh karena itu, janganlah kita tertipu oleh dunia, karena yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga hati dan amal perbuatan agar selalu dalam koridor ketakwaan,” pungkasnya.

Penulis: Alfin Maulana Haz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *